Yang lagi baca
tulisan ini, tolong jangan gegabah untuk ngecek ketek masing-masing. Karena ini
tak akan menjadi pengaruh pada ketek kalian. Ini adalah urusan ketek gue, jadi
ketek kalian tak perlu ikut-ikutan. Oke, gue mau ceritakan sebuah pengalaman
berharga di sepanjang hidup gue yang belum pernah gue sangka bakal gue alamin.
Tapi sebelumnya, ijinkan gue memperkenalkan diri. Nama gue Jono. Jono Asmara.
Jono merupakan
perpaduan nama dari orang tua gue. Jo diambil dari nama bokap gue, Sutejdo, dan
No diambil dari nama nyokap gue, Retno. Gue lahir 26 tahun yang silam dengan
kondisi mengesankan di bulan Februari, itulah mengapa nama belakang gue Asmara.
Katanya sih, bulan Februari identik dengan bulan kasih sayang. Coba kalo gue
lahir di bulan Januari, terlebih pas tanggal 1, mungkin nama gue jadi Jono
Nyuyer. Atau kalo bulan Maret, mungkin jadi Jono G30s PKI. Sedangkan kalo gue
lahir bulan April, jadilah Jono MOP, trus kalo bulan Mei jadilah Jono Meimei,
apalagi kalo bulan Juni pas bebarengan dengan bulan ramadhan pula, bisa jadi
nama gue jadi Jono Ramadhan (wah, keren
nih), atau bisa jadi Jono Tarawih (soalnya nyokap gue ngelahirin gue pas
waktunya sholat tarawih), atau malah Jono Sahur (wah, ini nih pasti gue
brojolnya pas orang-orang lagi sibuk sahur, eh nyokap gue sibuk ngeluarin gue).
Trus nih kalo gue
lahir bulan Agustus, mungkin orang tua gue malah kasih gue nama Jono Merdeka,
tak menutup kemungkinan juga nama gue jadi Jono Proklamasi. Terlebih kalo gue
lahir bulan September, karena identik dengan ceria, seperti lagunya Vina
Panduwinata, September Ceria, maka nama gue menjadi Jono Ceria. Sedangkan kalo
gue lahir di bulan Oktober, mungkin nama gue jadinya Jono Tober, trus kalo
lahir gue pas bulan November, jadilah Jono Nomber, dan parahnya kalo pas di
bulan Desember, nama gue bisa jadi Jono Natalion. Ahh,, itu hanya soal nama,
gue yakin orang tua gue ngasih gue nama kepada gue sudah penuh pertimbangan
matang dengan harapan yang tentu membawa kebaikan pada diri gue. Jadi, gue tak
masalah dengan nama Asmara gue, karena itu sumber cinta yang telah mereka
wariskan kepada gue.
Oke, cukup sudah gue
ceritain sejarah kelahiran gue. Sekarang gue akan membagikan sebuah kemalangan
yang seminggu lalu gue alamin. Bukannya gue mau pamer, bukannya gue mau ekspose
cerita kehidupan gue, namun ini demi kebaikan kalian di masa mendatang. Jadi,
jadikanlah kisah gue ini sebagai pelajaran. Sebuah pelajaran bahwa kalian musti
menjaga baik-baik ketek kalian.
Malam itu, sepulang
dari kantor, rekan kerja gue ngajak nongkrong di café langganan kami sebelum
pulang. Maklum, para bujangan memang sering menghabiskan waktu nongkrong di
café walau hanya sekedar merokok, atau nonton bola bareng kalo lagi musim bola.
Namun kali ini kita nongkrong bukan untuk nonton bola, melainkan bersantai saja
setelah seharian disibukkan dengan melayani nasabah dan bergulat dengan debet
deposit. Dan seperti biasa, aku selalu memesan kopi hitam sebagai sandingan,
sedangkan kawanku memesan soda gembira. Kata dia, biar ikut gembira setelah
kepala penuh oleh digit dan angka-angka.
Waktu kami untuk
bersantai ternyata tak selama yang biasa kami sering lakukan. Ini gara-gara
sogem (soda gembira, namun sekarang gue nyebut itu soda gemblung) temanku yang
dipungutnya dari meja, tanpa sengaja seseorang menyenggol lengannya sedemikian
sehingga sogem itu tersirat bebas dan lepas ke pundakku sebelah kiri. Tentu
saja seperti yang kau duga, lenganku basah kuyup oleh minuman berwarna pink
itu.
Sejenak, terpaksa
gue nikmati sentuhan soda dingin yang membasahi baju gue hingga tembus ke
kulit. Sembari temen gue sibuk mengumpat-umpat orang yang sudah menjatuhkan
sogemnya yang berimbas kepadaku, gue sejenak merasa sesuatu menggelitik kulit
area ketiak gue. Oh My God, gue lupa kalo kulit gue sensitif. Terlalu sensitif
bahkan. Kena udara panas, gatal, kena udara dingin, gatal, makan seafood,
gatal, terlebih jika terkena soda, bakalan gatal gak keruan. Dan gue sudah
mulai merasakan nuansa itu sejenak kemudian.
Demi keamanan
privasi gue yang sudah tergelitik untuk garuk-garuk ketiak gue, gue segera
menarik temen gue untuk menyudahi umpatannya kepada orang tadi dan mengajaknya
untu beranjak pulang.
"Sudah Dim, gak
papa, sekarang kita pulang saja, biar gue bisa segera ganti pakaian."
Begitulah kalimat
bijakku meredakan emosi Dimas yang memang suka agak lebay kalo sedang amarah.
Namun di balik kata-kata gue tadi, sebenarnya gue pingin banget segera beranjak
dari tempat umum ini karena tak tahan dengan gatal yang gue pendam di ketek gue.
Sumpah, gatel banget rasanya, dan gue gabisa sembarangan main garuk gak lihat
posisi. Sebab kalo orang lain sampai tau gue garuk-garuk ketiak gue yang super
gatal ini, mereka bakal berpikir kalo gue ini sebangsa keturunan nyomet yang
menjelma jadi Jono Asmara. Ahh… gatal… sial…
Setelah gue beranjak
dari tempat nongkrong itu, sambil berkendara motor, tangan gue yang sebelah
kanan bertugas sebagai pengemudi gas dan rem, sedangkan tangan gue yang kiri
sibuk garuk-garuk ketek gue yang gatalnya semakin menjadi. Gue bahkan sampai
beberapa kali hilang konsen mengendara gata-gara konsen gapa gatal di ketek
gue. Sedangkan kalo pas berhenti di lampu merah, gue berhenti sejenak aktivitas
garuk-garuk ketek tadi. Maklum, pastinya ada orang di kanan kiri gue yang
berhenti untuk menunggu lampu hijau menyala kembali. Kudu jaim dong. Dan
setelah lampu hijau menyala terang, itulah pertanda bahwa motor kembali
dilajukan, garuk-garuk kembali dilanjutkan.
Setelah hampir
separo perjalanan menuju rumah, saat gue terlalu fokus pada gatal yang
menguliti ketek gue, tanpa sengaja gue menabrak sebuah motor yang melaju dari
arah berlawanan. Sebuah kecelakaan tak lagi dapat terhindarkan. Sejenak gue
melupakan gatal di ketiak. Gue hanya terlelap penuh pasrah pada takdir yang
akan berucap.
Keesokan paginya,
gue terbangun di tempat yang tak biasanya gue dapati. Ruangannya kecil, hanya
ada meja kecil yang diapit sepasang kursi kayu di seberang ranjangku. Kulihat
sekeliling dan kudapati sebelah kiriku ada tiang yang menyangga plastik yang
dibagian bawahnya terjulur selang yang tersambung dengan tanganku. Ah.. Aku ada
di Ruamah Sakit. Sejenak gue teringat kejadian yang terjadi semalam. Gara-gara
ketek gue jadi nginep di Rumah Sakit.
Nyokap gue yang
sejak semalam menunggui di sini muncul dari balik pintu yang dibukanya dari
luar.
"Kamu sudah
sadar Jon.."
"iya bu, Joni
sudah sadar. Cuma sedikit agak pusing. Badan Joni serasa sakit semua
bu..."
"yaiyalah Jon,
gimana gak sakit semua, lha kamu semalam nabrak orang yang bawa gledegan berisi
almari. Kamu aja ketindas salah satu almari yang dibawa orang yang kamu
tabrak."
"pantas saja
bu, badanku seperti linu di seluruh tubuh, terlebih di padian pundak kiri
bu..."
"yowes dibuat
istirahan aja, gausah banyak bergerak biar cepet sembuh. Lagian kamu ini
aneh-aneh saja. Sudah tau ada orang bawa gledegan berisi barang abot koq ya
ditubruk. Ckckckck..."
Celoteh ibu
mengingatkanku pada penyebab kecelakaan yang menimpaku. Semua ini gara-gara
gatal yang menimpa gue. Gara-gara ketek. Dan gue masih mengecek keadaan ketek
gue yang gatalnya sudah terlupakan oleh nyeri-nyeri tulang akibat tertimpa kayu
sewaktu kecelakaan semalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar