Rabu, 27 April 2016

Tambal Cinta


Di sebuah café pinggiran yang cukup asyik untuk sekedar bersantai atau mengobrol dengan kawan, rekan, atau pacar, duduklah sepasang kekasih yang hubungannya sudah sangat kritis.
"Kita putus"
"tapi kenapa beb?? Apa salahku??"
"aku tak lagi mencintaimu"

 
"apa?? Seminggu yang lalu kau bahkan mengatakan jika kau mencintaiku sampai mati. Kenapa sekarang kau menjadi seperti ini??"
"cukuplah. Aku sudah tak ingin berdebat lagi denganmu. Maafkan aku. Selamat tinggal"
Si wanita beranjak dari duduknya meninggalkan si lelaki yang masih kaku beku atas perlakuan kekasihnya terhadapnya barusan. Lima detik kemudian, sepasang orange jus yang tadi dia pesan telah mendarat di hadapan pandangannya bersamaan dengan sepiring kentang goreng yang tak pernah absen untuk dikonsumsi kala mereka berada di sini.
"Lhoh, pacarnya belum datang mas?" tanya seorang pelayan yang sudah kenal akrab dengan pelanggannya itu
"sudah pulang! Nunggu kentang gorengnya kelamaan!" jawabnya ringan sambil meraih orange juice di depannya.
"aaaahhh… ini kenapa asem banget jusnya??"
"ah, itu Cuma karena mas Panji selama ini minum jus nya di depan cewek nya mas Panji, makanya jadi manis. Padahal aslinya ya asem kayak mas Panji gitu mas"
"dasar lu pinter banget alibinya."
"hehe, yauda mas  Panji, silakan dinikmati."
Suasana sore itu yang seharusnya diisi dengan obrolan manis dan canda tawa bersama malah menjadi tak terduga. Sekuntum mawar yang telah dipersiapkan untuk sang pacar yang akan mendapat kehormatan untuk ditempatkan di vas mahal ikut juga terkena imbasnya. Sebuah mawar yang musti menerima takdirnya pada akhirnya mendapatkan rumah barunya di tong sampah. Panji melempar mawar itu ke dalam tempat sampah yang jaraknya sekitar 1,5 m dari posisi duduknya. Tanpa alasan, sang pacar memutuskan Panji yang begitu sekonyong-konyong mencintai gadis yang sudah 3 bulan ini dipacarinya. Tentu saja, Panji merasa terpukul oleh kejadian ini. Kesetiaannya yang teruji nyata malah mendapat balasan buruk rupa.
"Dimana-mana cewek itu sama", gerutunya sembari melahap kentang goreng yang mulai hangat.
Suasana hati Panji sepertinya dirasakan juga oleh langit sore ini. Cuaca tiba-tiba menjadi gelap dan hujan deras datang menyergap. Semua orang akan dikepung hujan yang menghalang mereka bebas berkeliaran, kecuali yang bersedia menjadi wadah air langit yang tumpah, atau mereka yang memakai mantel agar tak basah, hujan tetap mempersilakan, tiada larangan. Panjipun ikut terjebak dalam nuansa sendu oleh ritmik hujan yang terdengar. Embun-embun yang menghiasi jendela kaca semakin menambah kesyahduan elegi yang dideritanya. Untuk nuansa seperti ini, Panji akan semakin terinspirasi menciptakan puisi-puisi melo.nya. Sebuah tak dikeluarkannya dari tas dan jemarinya mulai lincah mematuk-matuk layarnya.

Hujan…
Kau bisa bebas menghujani bumi,
Kau bisa bebas membanjiri ladang kami, rumah kami,
Namun sanggupkan kau menghujani hati ini??
Sanggupkah kau membanjiri hati ini ??
Agar setiap sendunya ikut hanyut bersamamu
Agar setiap kesedihan dapat terhapus dengan kedatanganmu
Hujan…
Apakah kau datang berdasarkan undangan??
Ataukah kau membasahi kami seenaknya??
Lantas mampukah kau datang saat hatiku mengundangmu??
Apakah kau mampu membanjiri kepiluanku kali ini??
Oh hujan…
Kau tak menjawab segala pinta
Kau hanya air yang Tuhan persembahkan bagi para manusia
Yang mengalir deras sesuai kehendakNya
Tolong sampaikan padaNya tentang kepiluanku ini
Agar Tuhan berkenan menghujani kesedihan ini dengan kebahagiaan nanti

Setelah selesai bergulat dengan layar 10 inchinya itu, Panjipun beranjak untuk pulang meski hujan belum juga menampakkan akan segera reda. Dia menuju ke kasir dan membayar sejumlah tagihan sebelum ke parkiran untuk bersiap pulang. Sebuah mantel  hujan dikeluarkannya dari jok Supra yang menjadi kawan berkelananya. Setelah lengkap mengenakan mantel, Panji segera membawa motornya keluar parkiran dan menerjang hujan di tengah keramaian.

Di tengah perjalanan yang diiringi hujan mendera tak kunjung ada tanda-tanda reda, tiba-tiba sesuatu terasa ganjil pada kelakuan Supra kesayangannya itu. Tepat di pertigaan saat menyeberang, keganjilan ini semakin meliuk-liukkan kendali Panji yang sebenarnya sudah terbukti ahli.
"Sial, pasti ada yang gak beres nih motor"
Setelah menepi, Panji turun dari motornya dan mengecek dugaannya.
"Sial, koq bisa bocor sih nih ban. Mana udah jam segini, mana ada tambal ban yang masih buka, arrggghhhh"
Gerutu Panji dalam hati diiringi hujan deras sore itu semakin menjadikan pilu kelabu. Sembari menuntun Supranya menuju RSU (Recuing Supra Urgent) terdekat, dia mulai mengingat-ingat keberadaan tambal ban di sekitar Jalan Ahmad Yani, jalan yang sedang dia telusuri sekarang ini.  Melewati sebuah konter HP, dia menghentikan perjalanannya dan menuju konter yang dijaga oleh mas-mas berparas ayu.
"mas permisi saya mau nanya, tambal ban di daerah sekitar sini ada??"
"Oh ada mas, itu di sana, depannya Pecel Mbok Bari, tau kan pecel mbok Bari??"
"oh di sana ya, oke mas, makasih mas"
Sebenarnya Panji sendiri tak tau kalo di daerah sini ada warung Pecel yang judulnya Mbok Bari, namun karena mas-mas penjaga konter yang ayu itu menunjuk arah ke sana, maka dia juga akan mengikuti arah tunjuk yang sama. Sekitar 50 meter bmenuntun kembali Supra yang tergoleh tak berdaya, akhirnya Panji sampai juga di tempat tambal ban. 

Segera, ia menemui pemilik tambal ban dan Supranya segera ditangani oleh ahli bedah ban dalam. Setelah didiagnosa selama beberapa detik, ternyata penyebab kekacauan yang mengakibatkan kelumpuhan pada Supranya adalah sebuah paku berukuran sekitar 5cm yang menancap gagah di perut ban yang kini terkulai lemas itu. Kini Supra tak akan khawatir karena gangguan yang ada padanya akan segera ditangani oleh ahlinya.  Sambil menunggu operasi pada Supra dieksekusi, Panji kembali membuka tab.nya dan jemarinya kembali melincah jingkrak-jingkrak di atas layar.

Tambal Ban
Hanya gara-gara paku 5 cm, motor gue jadi kehilangan kinerja normalnya. Hanya gara-gara paku 5 cm, yang hanya menimbulkan lubang dengan diameter kira-kira 2mm, sudah mampu merusak kinerja stabilitas motor gue. Ahh… ternyata tusukan sebuah paku 5 cm memang sudah merusak segala kesempurnaan motor gue. Terlebih gue gak bisa nanganin kebobolan ban yang diakibatkan oleh sebuah paku yang entah dari mana asal muasalnya itu. Untung saja ada ahli per-Ban-kan yang bisa mengatasi segala penyakit ban dalam.
Jika ban yang tertancap paku 5 cm saja bisa mengoyakan stabilitas motor gue, gimana dengan sebuah tusukan kata yang menancap tiba-tiba ke hati gue barusan tadi? Meski gue gak sampe goyang atau pincang hanya karena 1 kata itu, tapi efeknya memang terasa luar dalam. Tak ketara memang dari luar, namun gue yang ngalamin benar-benar berasa meletus dan melempem kayak ban motor gue ini. Dan stabilitas diri gue juga jadi terganggu, mulai dari mood, hingga emosi dan pikiran gue jadi ikut kena imbasnya. Ahhh… motor gue benar-benar beruntung. Meskipun dia gembos atau mbledos, masih ada tukang tambal ban yang siap menutupi lubang-lubang luka yang dirasakannya. Tapi hatiku? Dimana aku harus menambal hatiku dari lubang-lubang bekas sayatan goresan tusukan kata-katamu yang mendera cintaku?? Andai saja ada jasa tambal cinta, pasti kedai itu tak akan pernah luput dari orang-orang sepertiku ini.

*save

Tangannya usai bermain dengan layar mungil kesayangannya itu bersamaan dengan kelarnya operasi ban dalam Supra, motor kesayangannya. Kini, motornya sudah mampu kembali sumringah membawa Panji pada perjalanan yang sempat tertunda. Namun hati Panji masih juga belum sembuh dari luka yang barusan menyayat hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar