Di sebuah café
pinggiran yang cukup asyik untuk sekedar bersantai atau mengobrol dengan kawan,
rekan, atau pacar, duduklah sepasang kekasih yang hubungannya sudah sangat
kritis.
"Kita
putus"
"tapi kenapa
beb?? Apa salahku??"
"apa?? Seminggu
yang lalu kau bahkan mengatakan jika kau mencintaiku sampai mati. Kenapa
sekarang kau menjadi seperti ini??"
"cukuplah. Aku
sudah tak ingin berdebat lagi denganmu. Maafkan aku. Selamat tinggal"
Si wanita beranjak
dari duduknya meninggalkan si lelaki yang masih kaku beku atas perlakuan
kekasihnya terhadapnya barusan. Lima detik kemudian, sepasang orange jus yang
tadi dia pesan telah mendarat di hadapan pandangannya bersamaan dengan sepiring
kentang goreng yang tak pernah absen untuk dikonsumsi kala mereka berada di
sini.
"Lhoh, pacarnya
belum datang mas?" tanya seorang pelayan yang sudah kenal akrab dengan
pelanggannya itu
"sudah pulang!
Nunggu kentang gorengnya kelamaan!" jawabnya ringan sambil meraih orange
juice di depannya.
"aaaahhh… ini
kenapa asem banget jusnya??"
"ah, itu Cuma
karena mas Panji selama ini minum jus nya di depan cewek nya mas Panji, makanya
jadi manis. Padahal aslinya ya asem kayak mas Panji gitu mas"
"dasar lu
pinter banget alibinya."
"hehe, yauda
mas Panji, silakan dinikmati."
Suasana sore itu
yang seharusnya diisi dengan obrolan manis dan canda tawa bersama malah menjadi
tak terduga. Sekuntum mawar yang telah dipersiapkan untuk sang pacar yang akan
mendapat kehormatan untuk ditempatkan di vas mahal ikut juga terkena imbasnya.
Sebuah mawar yang musti menerima takdirnya pada akhirnya mendapatkan rumah
barunya di tong sampah. Panji melempar mawar itu ke dalam tempat sampah yang
jaraknya sekitar 1,5 m dari posisi duduknya. Tanpa alasan, sang pacar
memutuskan Panji yang begitu sekonyong-konyong mencintai gadis yang sudah 3
bulan ini dipacarinya. Tentu saja, Panji merasa terpukul oleh kejadian ini.
Kesetiaannya yang teruji nyata malah mendapat balasan buruk rupa.
"Dimana-mana
cewek itu sama", gerutunya sembari melahap kentang goreng yang mulai
hangat.
Suasana hati Panji
sepertinya dirasakan juga oleh langit sore ini. Cuaca tiba-tiba menjadi gelap
dan hujan deras datang menyergap. Semua orang akan dikepung hujan yang
menghalang mereka bebas berkeliaran, kecuali yang bersedia menjadi wadah air
langit yang tumpah, atau mereka yang memakai mantel agar tak basah, hujan tetap
mempersilakan, tiada larangan. Panjipun ikut terjebak dalam nuansa sendu oleh
ritmik hujan yang terdengar. Embun-embun yang menghiasi jendela kaca semakin
menambah kesyahduan elegi yang dideritanya. Untuk nuansa seperti ini, Panji
akan semakin terinspirasi menciptakan puisi-puisi melo.nya. Sebuah tak
dikeluarkannya dari tas dan jemarinya mulai lincah mematuk-matuk layarnya.
Hujan…
Kau bisa bebas
menghujani bumi,
Kau bisa bebas
membanjiri ladang kami, rumah kami,
Namun sanggupkan kau
menghujani hati ini??
Sanggupkah kau
membanjiri hati ini ??
Agar setiap sendunya
ikut hanyut bersamamu
Agar setiap
kesedihan dapat terhapus dengan kedatanganmu
Hujan…
Apakah kau datang
berdasarkan undangan??
Ataukah kau
membasahi kami seenaknya??
Lantas mampukah kau
datang saat hatiku mengundangmu??
Apakah kau mampu
membanjiri kepiluanku kali ini??
Oh hujan…
Kau tak menjawab
segala pinta
Kau hanya air yang
Tuhan persembahkan bagi para manusia
Yang mengalir deras
sesuai kehendakNya
Tolong sampaikan
padaNya tentang kepiluanku ini
Agar Tuhan berkenan
menghujani kesedihan ini dengan kebahagiaan nanti
Setelah selesai
bergulat dengan layar 10 inchinya itu, Panjipun beranjak untuk pulang meski
hujan belum juga menampakkan akan segera reda. Dia menuju ke kasir dan membayar
sejumlah tagihan sebelum ke parkiran untuk bersiap pulang. Sebuah mantel hujan dikeluarkannya dari jok Supra yang
menjadi kawan berkelananya. Setelah lengkap mengenakan mantel, Panji segera
membawa motornya keluar parkiran dan menerjang hujan di tengah keramaian.
Di tengah perjalanan
yang diiringi hujan mendera tak kunjung ada tanda-tanda reda, tiba-tiba sesuatu
terasa ganjil pada kelakuan Supra kesayangannya itu. Tepat di pertigaan saat
menyeberang, keganjilan ini semakin meliuk-liukkan kendali Panji yang sebenarnya
sudah terbukti ahli.
"Sial, pasti
ada yang gak beres nih motor"
Setelah menepi,
Panji turun dari motornya dan mengecek dugaannya.
"Sial, koq bisa
bocor sih nih ban. Mana udah jam segini, mana ada tambal ban yang masih buka,
arrggghhhh"
Gerutu Panji dalam
hati diiringi hujan deras sore itu semakin menjadikan pilu kelabu. Sembari
menuntun Supranya menuju RSU (Recuing Supra Urgent) terdekat, dia mulai
mengingat-ingat keberadaan tambal ban di sekitar Jalan Ahmad Yani, jalan yang
sedang dia telusuri sekarang ini.
Melewati sebuah konter HP, dia menghentikan perjalanannya dan menuju
konter yang dijaga oleh mas-mas berparas ayu.
"mas permisi
saya mau nanya, tambal ban di daerah sekitar sini ada??"
"Oh ada mas,
itu di sana, depannya Pecel Mbok Bari, tau kan pecel mbok Bari??"
"oh di sana ya,
oke mas, makasih mas"
Sebenarnya Panji
sendiri tak tau kalo di daerah sini ada warung Pecel yang judulnya Mbok Bari,
namun karena mas-mas penjaga konter yang ayu itu menunjuk arah ke sana, maka
dia juga akan mengikuti arah tunjuk yang sama. Sekitar 50 meter bmenuntun
kembali Supra yang tergoleh tak berdaya, akhirnya Panji sampai juga di tempat
tambal ban.
Segera, ia menemui
pemilik tambal ban dan Supranya segera ditangani oleh ahli bedah ban dalam.
Setelah didiagnosa selama beberapa detik, ternyata penyebab kekacauan yang
mengakibatkan kelumpuhan pada Supranya adalah sebuah paku berukuran sekitar 5cm
yang menancap gagah di perut ban yang kini terkulai lemas itu. Kini Supra tak
akan khawatir karena gangguan yang ada padanya akan segera ditangani oleh
ahlinya. Sambil menunggu operasi pada
Supra dieksekusi, Panji kembali membuka tab.nya dan jemarinya kembali melincah
jingkrak-jingkrak di atas layar.
Tambal Ban
Hanya gara-gara paku
5 cm, motor gue jadi kehilangan kinerja normalnya. Hanya gara-gara paku 5 cm,
yang hanya menimbulkan lubang dengan diameter kira-kira 2mm, sudah mampu
merusak kinerja stabilitas motor gue. Ahh… ternyata tusukan sebuah paku 5 cm
memang sudah merusak segala kesempurnaan motor gue. Terlebih gue gak bisa
nanganin kebobolan ban yang diakibatkan oleh sebuah paku yang entah dari mana
asal muasalnya itu. Untung saja ada ahli per-Ban-kan yang bisa mengatasi segala
penyakit ban dalam.
Jika ban yang
tertancap paku 5 cm saja bisa mengoyakan stabilitas motor gue, gimana dengan
sebuah tusukan kata yang menancap tiba-tiba ke hati gue barusan tadi? Meski gue
gak sampe goyang atau pincang hanya karena 1 kata itu, tapi efeknya memang
terasa luar dalam. Tak ketara memang dari luar, namun gue yang ngalamin
benar-benar berasa meletus dan melempem kayak ban motor gue ini. Dan stabilitas
diri gue juga jadi terganggu, mulai dari mood, hingga emosi dan pikiran gue
jadi ikut kena imbasnya. Ahhh… motor gue benar-benar beruntung. Meskipun dia
gembos atau mbledos, masih ada tukang tambal ban yang siap menutupi
lubang-lubang luka yang dirasakannya. Tapi hatiku? Dimana aku harus menambal
hatiku dari lubang-lubang bekas sayatan goresan tusukan kata-katamu yang
mendera cintaku?? Andai saja ada jasa tambal cinta, pasti kedai itu tak akan
pernah luput dari orang-orang sepertiku ini.
*save
Tangannya usai
bermain dengan layar mungil kesayangannya itu bersamaan dengan kelarnya operasi
ban dalam Supra, motor kesayangannya. Kini, motornya sudah mampu kembali
sumringah membawa Panji pada perjalanan yang sempat tertunda. Namun hati Panji
masih juga belum sembuh dari luka yang barusan menyayat hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar