Rabu, 27 April 2016

Rindu dan Kesetiaan: Langit


Apakah yang namanya rindu harus berujung temu?

Kala kutanya pada langit tentang hal ini, diapun berkata,
"Sang siang  selalu merindukan malam, pun sang malam merindukan siang. Namun, mereka tak pernah saling bertemu kecuali penorama jingga yang mendekatkan antara pelupuk mereka. Yaitu, mega yang sering kalian lihat diantara waktu subuh dan fajar, juga kala ashar dan maghrib." 

Pernah kutanya pula apakah siang dan malam kecewa akan rindu yang mereka rasa, yang tak pernah bisa bertemu seumur hdup mereka. Lantas langit sekali lagi mengernyitkan dahi, sambil berdehem anggun. Angin yang menyapaku menyiratkan pesan jawaban darinya.
"Rasa rindu akan pertemuan malam dan siang menjadikan dunia ini penuh kehidupan. Mereka tak akan memaksakan kehendak rindu mereka sendiri. Mereka bahagia dengan rindu yang mereka miliki bersama hingga memberikan kebahagiaan seluruh kehidupan makhluk di bumi. Kerinduan mereka adalah lambang kesetiaan pada Sang Pencipta. Mereka Sanggup menunggu hingga kelak mereka akan dipertemukan. Kala itu , manusia  tak akan lagi mengenal siang dan malam. Bahkan padaku."
"Begitu dekatkah arti rindu dengan setia? ", tanyaku kembali.
"Setia tak berarti rindu, tapi rindu haruslah setia, untuk menjaganya tetap terjaga. Bukan perkara mudah soal menjaga rindu karena perasaan memang tak sesederhana ditakhlukkan. Siang mampu menahan teriknya matahari demi membawa malam kembali. Malam mampu bertahan dalam gulita demi menjemput siang pula. Mereka setia, mereka mampu bersabar terjebak waktu."
"Mengapa mereka begitu setia hingga bersedia menjaga rindu mereka?"
"Mereka tak ingin merusak kehidupan lain yang bergantung pada mereka. Terlebih, mereka tak ingin menetang garis ciptaan Tuhan yang telah mereka sandang."

Terasa pelupuk mata mengillhami seluruh rasa.  Langit menjaga kerinduan siang dan malam tetap pada garis yang ditakdirkan. Mereka tak meraung, mereka tak memprotes keadaan. Mereka mampu mengendalikan demi kebahagiaan makhluk lain yang Tuhan ciptakan. Jika siang dan malam mampu menepiskan kerinduan demi menjaga kesetiaan kepada Tuhan, lantas mengapa aku harus menangis sebab rindu yang kubawa untuk makhluk yang  bahkan tak menjanjikan? Bukankah satu-satunya yang bisa kupercaya hanyalah Tuhan yang Maha Bisa Diandalkan ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar