Apakah yang namanya
rindu harus berujung temu?
Kala kutanya pada
langit tentang hal ini, diapun berkata,
"Sang
siang selalu merindukan malam, pun sang
malam merindukan siang. Namun, mereka tak pernah saling bertemu kecuali
penorama jingga yang mendekatkan antara pelupuk mereka. Yaitu, mega yang sering
kalian lihat diantara waktu subuh dan fajar, juga kala ashar dan maghrib."
Pernah kutanya pula
apakah siang dan malam kecewa akan rindu yang mereka rasa, yang tak pernah bisa
bertemu seumur hdup mereka. Lantas langit sekali lagi mengernyitkan dahi,
sambil berdehem anggun. Angin yang menyapaku menyiratkan pesan jawaban darinya.
"Rasa rindu
akan pertemuan malam dan siang menjadikan dunia ini penuh kehidupan. Mereka tak
akan memaksakan kehendak rindu mereka sendiri. Mereka bahagia dengan rindu yang
mereka miliki bersama hingga memberikan kebahagiaan seluruh kehidupan makhluk
di bumi. Kerinduan mereka adalah lambang kesetiaan pada Sang Pencipta. Mereka
Sanggup menunggu hingga kelak mereka akan dipertemukan. Kala itu , manusia tak akan lagi mengenal siang dan malam.
Bahkan padaku."
"Begitu
dekatkah arti rindu dengan setia? ", tanyaku kembali.
"Setia tak
berarti rindu, tapi rindu haruslah setia, untuk menjaganya tetap terjaga. Bukan
perkara mudah soal menjaga rindu karena perasaan memang tak sesederhana
ditakhlukkan. Siang mampu menahan teriknya matahari demi membawa malam kembali.
Malam mampu bertahan dalam gulita demi menjemput siang pula. Mereka setia,
mereka mampu bersabar terjebak waktu."
"Mengapa mereka
begitu setia hingga bersedia menjaga rindu mereka?"
"Mereka tak
ingin merusak kehidupan lain yang bergantung pada mereka. Terlebih, mereka tak
ingin menetang garis ciptaan Tuhan yang telah mereka sandang."
Terasa pelupuk mata
mengillhami seluruh rasa. Langit menjaga
kerinduan siang dan malam tetap pada garis yang ditakdirkan. Mereka tak
meraung, mereka tak memprotes keadaan. Mereka mampu mengendalikan demi
kebahagiaan makhluk lain yang Tuhan ciptakan. Jika siang dan malam mampu
menepiskan kerinduan demi menjaga kesetiaan kepada Tuhan, lantas mengapa aku
harus menangis sebab rindu yang kubawa untuk makhluk yang bahkan tak menjanjikan? Bukankah satu-satunya
yang bisa kupercaya hanyalah Tuhan yang Maha Bisa Diandalkan ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar